Cerita Di Balik Empat Muazin Nabi ﷺ
Atsar.id
Atsar.id

Cerita Di Balik Empat Muazin Nabi ﷺ

&nbsp.(169) Cerita Di Balik Empat Muazin Nabi ﷺ  Peran muazin sangat urgent. Begitu penting. Ada beberapa kriteria yang seharusnya melekat pada diri muazin. Karena tugasnya yang berat, banyak pahala dan keutamaan yang dijanjikan. Menurut Ibnul Qayyim (Zaadul Ma'ad 1/124), muazin Nabi Muhamamd  ﷺ ada empat; 2 di Madinah, 1 di Quba, dan 1 di Mekkah. Mereka berempat adalah Bilal bin Rabah, Abdullah bin Ummi Maktum, Sa'ad Al Qarazh, dan Abu Mahdzurah. Masing-masing memiliki cerita unik! 1. Bilal bin Rabah (muazin di Masjid Nabawi) Seorang budak berkulit hitam keturunan Afrika yang mengalami serangkaian penyiksaan karena pilihannya masuk Islam. Walau berkali-kali disiksa, Bilal tetap teguh pendirian. Sahabat Abu Bakar lantas membeli dan memerdekakannya. Nabi Muhammad ﷺ pernah mendengar suara terompah milik Bilal di surga, yang menunjukkan derajat mulia. Bilal adalah muazin pertama yang dipilih oleh Nabi Muhammad ﷺ. Suaranya tinggi dan merdu. Lantang dan terang. Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Bilal meminta izin kepada Abu Bakar selaku khalifah dan majikan yang memerdekakan agar diperkenankan pindah ke negeri Syam untuk berjihad fi sabilillah. Sejak saat itu, Bilal tidak lagi bertugas sebagai muazin. 2. Abdullah bin Ummi Maktum (muazin di Masjid Nabawi). Beliau adalah sepupu Ibunda Khadijah dari jalur ibu.  Tak mau tertinggal, Ibnu Ummi Maktum ikut berhijrah ke Madinah. Terhitung 13 kali, Nabi Muhammad ﷺ menunjuk beliau sebagai pimpinan sementara untuk kota Madinah ketika Nabi Muhammad ﷺ berangkat berperang. Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat yang buta, namun tidak menjadi alasan dan penghalang untuk memeluk Islam. " Serahkan panji perang itu kepadaku! Saya adalah orang buta, sehingga tidak mungkin melarikan diri. Tempatkan aku di tengah-tengah dua pasukan yang saling berhadapan! ", kata Ibnu Ummi Maktum di sebuah peperangan.  Memang, Ibnu Ummi Maktum tercatat mengikuti perang Qadisiyah. 3. Sa'ad Al Qarazh (muazin di Masjid Quba) Seorang budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ammar bin Yasir.  Beliau ditunjuk sebagai muazin di Masjid Quba, beberapa kilometer dari Masjid Nabawi. Nabi Muhamamd ﷺ pernah mengusap kepala Sa'ad dan mendoakan keberkahan.  Al Qarazh adalah sebutan beliau yang memiliki arti : daun Qarazh, yaitu daun yang menjadi bahan campuran untuk menyamak kulit binatang. Sebelumnya, Sa'ad selalu mengalami kerugian dalam berdagang. Hingga akhirnya beliau memilih jual beli daun Qarazh, barulah mendapat keuntungan. 4. Abu Mahdzurah (muazin di Masjidil Haram) Sepulang Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan dari Perang Hunain, sejumlah pemuda Quraisy menguntit dari belakang. Ada momen salat, sehingga para pemuda itu mendengar azan yang dikumandangkan. Dengan tujuan mengejek dan menghina, para pemuda itu menirukan azan. Nabi Muhammad ﷺ mendengar azan mereka yang salah satunya menarik perhatian. Para pemuda itu ditangkap lalu diminta untuk satu per satu berazan karena mencari, suara siapa yang sebelumnya terdengar merdu. Abu Mahdzurah, salah satu pemuda, lah yang bersuara merdu. Nabi Muhammad ﷺ meminta Abu Mahdzurah duduk di hadapan beliau. Nabi Muhammad melepas penutup kepala Abu Mahdzurah, mengusap rambutnya, dan mendoakan sebanyak 3 kali, " Ya Allah, berkahilah dia dan berikanlah hidayah Islam untuknya ". Abu Mahdzurah masuk Islam lalu diperintahkan untuk menjadi muazin di Masjidil Haram. Rambut yang pernah diusap oleh Nabi Muhammad ﷺ dibiarkan panjang hingga setengah badan sampai Abu Mahdzurah meninggal dunia. Catatan : Derajat mulia dan kedudukan tinggi dapat diperoleh oleh siapa saja. Semua memiliki kesempatan yang sama. Ada peluang yang terbuka. Hanya saja, adakah keinginan dan tekad? 4 muazin yang ditunjuk dan dipercaya oleh Rasulullah  ﷺ :   2 mantan budak, 1 orang buta, dan 1 pemuda belia yang sebelumnya mengolok-olok azan. Jangan pesimis! Jangan berkecil hati! Tabalong, 18 Desember 2022 t.me/anakmudadansalaf

Kisah
Dec 18, 20223 min read
Tauhid, Rahasia Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat
Atsar.id
Atsar.id

Tauhid, Rahasia Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat

Tauhid Rahasia Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat Siapa yang tidak menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat, kita semua tentu menginginkannya. Hanya yang perlu untuk kita pertanyakan bagaimana cara untuk meraih keduanya. Sementara, kita yakini bersama bahwa Islam adalah agama yang ajarannya universal (menyeluruh). Islam satu-satunya agama yang mendapatkan legitimasi (pengakuan) dari Sang Pemiliknya Jalla Sya’nuhu. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin. Tidak didapatkan satu ajaranpun dalam Islam yang merugikan para pemeluknya, tidak ditemukan satu prinsippun dalam Islam yang mencelakakan para penganutnya. Tetapi pada kenyataannya banyak kalangan yang hanya menitikberatkan perhatiannya pada dunia dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Padahal Allah telah mengingatkan kita dengan firman-Nya,&nbsp. ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridloannya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadid: 20). مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِيهَا وَبَٰطِلٌ مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Huud: 15-16). Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah sebaik-baik petunjuk. Siapa yang mengambilnya ia akan bahagia dan yang meninggalkannya akan celaka. Allah berfirman,   فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS An Nuur: 63). Terbukti generasi yang bersamanya, yakni generasi para sahabat meraih gelar terbaik umat ini, karena mereka mengambil petunjuknya. Itulah mereka para sahabat yang telah berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagaimana tidak, sedang mereka mendapatkan bimbingan tauhid selama kurang lebih 13 tahun hingga akhirnya mereka memiliki landasan yang kokoh dalam kehidupannya. Oleh karena itu, tauhid itulah sebagai landasan yang menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Sebab mentauhidkan Allah adalah tujuan diciptakannya manusia. Allah berfirman,  وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzariyaat: 56).  Ibnu Katsir berkata: makna “ya’buduun” dalam ayat ini adalah “yuwahhiduun” (mentauhidkan Allah). Al Imam Al Baghowi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Ibnu Abbas RA mengatakan: “Setiap perintah beribadah dalam Al Qur’an maka maknanya adalah tauhid.” Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, bagaimana tidak dikatakan bahwa tauhid sebagai landasan yang akan menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sedangkan Allah meridhai ahli tauhid. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,  “Sesungguhnya Allah meridloi kalian tiga perkara: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, berpegang teguh dengan tali Allah semuanya dan jangan bercerai berai, dan memberikan nasihat kepada orang yang Allah jadikan pemimpin atas urusan-urusan kalian.” (HR Muslim dari Abu Hurairoh). Itulah tauhid, tauhid adalah sebagai jalan untuk mendapatkan dua kebahagiaan tersebut, sebab dengan menegakkan tauhid berarti menegakkan keadilan yang paling adil. Sementara tujuan Allah mengutus rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya adalah supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Allah berfirman,  لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ “Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyatam dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al Hadiid: 25). Tauhid sebagai landasan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat karena keamanan serta petunjuk di dunia dan akhirat hanya akan dicapai oleh para ahli tauhid. Allah berfirman,  ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al An’aam: 82).  Berkata Ibnu Katsir pada ayat ini: “Yaitu mereka yang memurnikan ibadahnya untuk Allah saja dan tidak berbuat kesyirikan dengan sesuatu apapun, mereka mendapatkan keamanan pada hari kiamat dan petunjuk di dunia dan akhirat.” Jadi memang tauhidlah yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki. Karena khilafah di muka bumi serta kehidupan yang damai, aman, dan sentosa berbangsa dan benegara hanya akan diraih melalui tauhid. Allah berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi. وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ "Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridloinya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, semula mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nuur: 55). Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, ahli tauhid mereka orang-orang yang akan mendapatkan jaminan surga dari Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, ia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya, ia akan masuk neraka.” (HR Muslim dari Jabir bin Abdillah). Ahli tauhid mereka orang-orang yang akan berbahagia dengan syafa’atnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Abu Hurairoh bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa’atmu?” Beliau menjawab, “Orang yang mengatakan ‘laa ilaaha illallah’ ikhlas dari lubuk hatinya.” (HR Bukhori dari Abi Hurairoh). Ahli tauhid mereka orang-orang yang terjaga dan terpelihara darah dan hartanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak untuk diibadahi secara benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, mereka terjaga dariku darahnya dan hartanya kecuali dengan hak-hak Islam, dan perhitungannya atas Allah.” (HR Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar). Demikianlah para pembaca -kaum muslimin- tauhid adalah rahasia kebahagiaan dunia dan akhirat, karena yang pertama kali diwajibkan atas seorang hamba adalah tauhid. Allah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Ilah yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS Al Anbiyaa: 25). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada sahabat Muadz bin Jabal RA ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab. Jika Engkau mendatanginya maka serukanlah kepada mereka supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah -yang berhak untuk diibadahi- kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah…” (HR Bukhori Muslim dari Ibnu Abbas RA). Imam Al Hafizh Al Hakami mengatakan, “Kewajiban pertama atas hamba, mengenal Ar Rahmaan (Allah) dengan tauhid.” Dan tauhid juga yang menjadi kewajiban terakhir atas seorang hamba, ketika menjelang kematiannya Abu Tholib, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam datang menemuinya dan berkata, “Wahai paman, ucapkanlah ‘laa ilaaha illallah’, kalimat yang menjadi hujjah untukmu di sisi Allah…” (HR Bukhori Muslim dari Sa’id ibnul Musayyab dari bapaknya (Musayyab)). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda, “Barangsiapa yang akhir ucapannya ‘laa ilaaha illallah’, ia akan masuk surga.” Semoga Allah memberikan taufiq kepada yang dicintai dan diridloinya. Amin ya Mujibas sailiin. (Dikutip dari tulisan Ustadz Abu Hamzah Yusuf dari Buletin al Wala wal Bara Edisi ke-7 Tahun ke-1 / 24 Januari 2003 M / 21 Dzul Qo’dah 1423 H. Judul asli Tauhid Rahasia Kebahagiaan Dunia dan Akhirat. https://salafy.or.id/tauhid-rahasia-kebahagiaan-dunia-dan-akhirat/

Aqidah
Dec 14, 20227 min read
Kaidah Batil : Berkeyakinan Dulu Kemudian Cari Dalil.
Atsar.id
Atsar.id

Kaidah Batil : Berkeyakinan Dulu Kemudian Cari Dalil.

&nbsp.KAIDAH BATIL Berkeyakinan terlebih dahulu, baru kemudian mencari-cari dalilnya 🖐Jangan pernah menganggap bid'ah itu kecil, padahal besar urusannya! KAIDAH BATIL "Berkeyakinan dulu kemudian mencari dalil." Ibnul Jauzi ُرَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Datang kaum-kaum yang mereka menampil-nampilkan diri mereka sebagai orang yang Zuhud, dan membuat-buat Thoriqoh jalan yang hawa nafsu telah menghias-hiasinya kemudian mereka berusaha mencari-cari dalil, padahal seharusnya bagi seorang insan itu hanya untuk mengikuti dalil bukan mengikuti sebuah jalan lalu mencari-cari dalilnya." (Shaidul Khathir hal.27) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Dan maksud bahwasanya semisal mereka ini telah berkeyakinan terlebih dahulu dengan suatu pendapat kemudian membawa-bawa lafadz-lafadz Al Qur'an untuk mendasarinya, padahal mereka tidak mempunyai Salaf pendahulu dari para Shahabat dan Tabi'in yang mengikutinya dengan baik, dan tidak juga dari kalangan para imam-imam pemuka kaum muslimin, tidak dalam pendapat mereka dan tidak pula dalam tafsir penjelasannya." (Majmu'ul Fatawa 13/35) Imam Asy Syathibi رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Maka Ahli bid'ah tatkala hawa nafsu mengalahkannya beriringan adanya kebodohan terhadap jalan Sunnah, maka akan mengkhayal bahwa apa yang tampak baginya berdasar akalnya itulah jalan yang kokoh bukan yang lainnya, kemudian berlalulah masa dan semakin menyimpang karenanya dari jalan yang lurus, sehingga dia itu sesat dari sisi menyangka bahwasanya dia seorang peniti jalan sejati. Jadi ahlul bid'ah dari umat ini hanyalah tersesat dalam dalil-dalilnya yang mana mengambilnya itu dari pengambilan hawa nafsu dan syahwat, bukan dari pengambilan bersifat ketundukan kepada hukum-hukum Allah. Dan inilah perbedaaan antara Mubtadi' dan selainnya, karena Mubtadi' menjadikan hawa nafsu itulah sebagai awal tujuan pencariannya, dan menjadikan dalil-dalil untuk mengikutinya. Sehingga apabila bergabung kepadanya kebodohan terhadap Ushul pokok syariat dan ketiadaan penerapan maksud-maksudnya, maka jadilah urusannya lebih berat dan sangat dekat kepada pengubah-ubahan dan keluar dari maksud-maksud tujuan syariat. Dan petunjuk akan hal itu bahwasanya kamu akan mendapati seorang Mubtadi dari kalangan orang yang menisbatkan diri kepada Agama, melainkan dia itu akan berusaha mencari-cari bukti dalil untuk menguatkan bid'ahnya dengan dalil syar'i, lalu meletakkannya pada apa yang sesuai dengan akalnya dan syahwatnya, berbeda dengan yang bukan Mubtadi', maka sesungguhnya dia menjadikan petunjuk kepada kebenaran itu adalah awal mula pencariannya, dan menjadikan hawa nafsunya itu dibelakang untuk mengikutinya." (Al I'tishom 1/134) Syaikh Al Allamah Ibnu Utsaimin رَحِمَهُ اللّٰه berkata: "Dan oleh karena ini Para Ulama telah berkata sebuah kata yang baik, mereka mengatakan: "Wajib bagi seorang insan untuk berdalil kemudian berpijak dengannya, bukan membangun dulu, baru mencari dalil. Karena dalil itu adalah asal pokok sedangkan hukum itu adalah cabang, maka tidak mungkin untuk meletakkannya secara terbalik, dengan menjadikan hukum itu yang merupakan cabang sebagai asal pokok, dan asal pokok yang itu adalah dalil sebagai cabang.  Lalu bahwasanya seorang insan itu apabila berkeyakinan dulu sebelum berdalil dan tidak memiliki niat yang baik, maka jadinya dia menggiring leher-leher nash-nash dari Al kitab dan as Sunnah ke arah yang dia telah meyakininya, sehingga hasilnya dengan hal itu ia tetap selalu di atas hawa nafsu dan tidak mengikuti petunjuk hidayah." (Liqa-atul Babilmaftuh 2/141-142) Berkata pula Beliau dalam penjelasannya terhadap kitab As Safariniyah pada pasal tentang pembicaraan mengenai iman: "Bila kamu memperhatikan seorang insan maka akan diketahuilah bahwasanya fanatik terhadap pendapat itu adalah sebab kesesatan, dan bahwasanya seorang insan itu seharusnya berdalil baru kemudian berkeyakinan, bukan berkeyakinan dulu baru mencari dalil, karena apabila dia berkeyakinan dulu kemudian mencari dalil, maka dia akan memutar leher-leher nash-nash agar sesuai dengan apa yang telah dia yakini, namun jika berdalil pertama-tamanya kemudian baru berkeyakinan maka dia telah membangun akidah keyakinannya di atas dalil, dan dia telah sesuai dengan dalil." Semoga Allah membalas dengan kebaikan bagi orang yang menunjukkan kepadaku nukilan ini Sumber:https://bit.ly/3rswXJf Mift@h_Udin✍ Kawunganten, 5 Rajab 1443H 💎https://t.me/salafykawunganten/3601

Manhaj
Dec 11, 20223 min read
«»
HomeRadioArtikelPodcast