Hukum Musabaqoh Tilawatil Quran
Atsar.id
Atsar.id

Hukum Musabaqoh Tilawatil Quran

HUKUM MUSABAQOH TILAWATIL QUR'AN Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah ditanya “Apakah boleh melakukan perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits, fikih dan ilmu yang bermanfaat lainnya ? manakah yang benar dalam masalah ini bila perlombaan tersebut menggunakan taruhan? Beliau Menjawab: “Pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi’i melarang hal tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah membolehkannya Guru kami, begitu pula Ibnu ‘Abdil Barr menghikayatkan dari imam Asy Syafi'i membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Al Qur'an tentu saja lebih utama dari lomba berburu, bergulat, dan renang. Jika perlombaan-perlombaan tadi dibolehkan, maka tentu saja perlombaan menghafal Al Qur’an (dengan taruhan) lebih utama untuk dikatakan boleh قال ابن القيم رحمه الله : " المسابقة على حفظ القرآن والحديث والفقه وغيره من العلوم النافعة والإصابة في المسائل هل تجوز بعِوَض ؟&nbsp. منعه أصحاب مالك وأحمد والشافعي ، وجوزه أصحاب أبي حنيفة وشيخنا وحكاه ابن عبد البر عن الشافعي ، وهو أولى من الشباك والصراع والسباحة ، فمن جوز المسابقة عليها بعوض فالمسابقة على العلم أولى بالجواز  📚 Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318 Ibnul Qayyim di tempat lain Menjelaskan : " Bila Syariah membolehkan taruhan dalam memanah, pacuan kuda dan onta karena terdapat dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai persiapan kekuatan untuk jihad, maka tentu saja lomba dalam hal ilmu agama dan penyampaian hujjah yang dengannya akan membuka hati,memuliakan Islam dan menampilkan syiar Islam, maka tentunya hal itu lebih utama dan layak dibolehkan.”  وإذا كان الشارع قد أباح الرهان في الرمي والمسابقة بالخيل ‏والإبل، لما في ذلك من التحريض على تعلم الفروسية وإعداد القوة للجهاد فجواز ذلك في ‏المسابقة والمبادرة إلى العلم والحجة التي بها تفتح القلوب ويعز الإسلام وتظهر أعلامه أولى ‏وأحرى.‏ 📚 Al Furusiyah karya Ibnul Qayyim, hal. 97 Lajnah Daimah pernah ditanya : Apakah boleh mengambil hadiah dari lomba Al Qur'anul Kariim ? Jawab : Tidak mengapa mengambil hadiah yang diberikan oleh beberapa yayasan sosial atau yang semisalnya dari kalangan orang-orang yang menginginkan dihapalnya Kitabullah. وسئلت اللجنة أيضاً : هل يجوز أخذ جوائز مسابقات القرآن الكريم ؟   فأجابت : "لا حرج في أخذ الجوائز التي ترصدها الجماعات الخيرية ونحوهم ممن يعنون بتحفيظ كتاب الله" انتهى . "فتاوى اللجنة الدائمة" (15/189) Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 15/189 ====== Ahad 3 Jumadil Awal 1444 OTW Tuban Sidayu  Allahumma sallim sallim Channel Ukhuwah Imaniyah http://bit.ly/uimusy

Tanya jawab
Dec 6, 20222 min read
"Kebenaran Tidak Dinilai dengan Banyaknya Pengikut"
Atsar.id
Atsar.id

"Kebenaran Tidak Dinilai dengan Banyaknya Pengikut"

BEDAKANLAH KEDUA PERKARA INI, WAHAI ORANG YANG BERAKAL 📷 Ketika ada saudara kita atau pengurus suatu kajian mendokumentasikan jumlah kehadiran peserta dan kendaraan mereka, tiba-tiba ada orang jahil yang nyeletuk, 💬1️⃣ "tolok ukur kebenaran itu bukan dengan banyaknya pengikut", 💬2️⃣ "jangan berbangga dengan banyaknya pengikut". Benarkah pernyataan seperti itu? Thoyyib, kita jawab dengan perkataan sahabat 'Aly bin Abi Tholib rodhiyallohu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : كلمة حقّ أُريد بها باطل "Perkataan yang haq (benar) namun yang diinginkan dibalik itu kebatilan." Na'am, betul isi statemen atau komentarnya. Benar, memang tolok ukur kebenaran itu bukan dengan banyaknya pengikut.&nbsp. الحق لا يُعرف بكثرة الأتباع NAMUN lontaran statemen ini tidak pada tempatnya dan bukan pada perkara yang semestinya. (Akan saya tunjukkan...!) 1.Kenapa demikian? Karena yang dilakukan saudara kita atau pengurus kajian tersebut adalah dalam rangka dokumentasi jumlah peserta yang hadir dan kendaraan mereka BUKAN dalam rangka menjadikannya tolok ukur (barometer) kebenaran. Jangan-jangan anda tidak paham (nol pothol) dengan arti kata tolok ukur atau jangan-jangan akal anda sudah bergeser dari sehatnya? Tolok ukur, secara KBBI itu artinya sesuatu yang dipakai sebagai dasar untuk mengukur/menilai (patokan). 2. Kemudian tentang berbangga dengan banyaknya pengikut, perkara ini tidaklah mutlak bernilai jelek dan dilarang. Jika berbangga dengan banyaknya pengikut itu dengan niat ujub dan sombong maka inilah yang jelek dan dilarang. Adapun sekedar bangga dalam arti gembira, mengungkapkan rasa senang karena banyak yang mau datang ikut taklim/kajian, banyak yang mau mempelajari agama Alloh, banyak saudara-saudaranya yang hadir, dst... maka ini adalah perkara yang baik dan boleh, tidak ada larangan pada syariat. Bahkan terkadang hal ini semakin menambah motivasi bagi pengurus/panitia kajian untuk kembali mengadakannya. Awas! Statemen sembrono anda yang tidak pada tempatnya dan bukan pada perkara semestinya itu bersinggungan dengan sabda Nabi shallallohu alaihi wa sallam lho...! ( تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ ) Dari sahabat Ma'qil bin Yasar rodhiyallohu anhu berkata, bersabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam kepada seseorang : "Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang bisa beranak banyak (subur rahimnya) karena sesungguhnya aku kelak akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain."  H.R. Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani rohimahulloh di Shohih Abu Dawud. Bukankah memperbanyak jumlah umat, memperbanyak jumlah pengikut sunnah, dst... adalah perkara yang dianjurkan dan diharapkan? Dan bukankah dengan semakin banyaknya yang ikut kajian/taklim maka semakin banyak pula pahala yang akan diraih oleh panitia dan ustadz pengisinya...? Maka mengapa tidak boleh bangga dalam makna gembira/senang dengan banyaknya yang hadir...? Dimanakah akal sehat anda...? Atau anda mulai lupa dengan hadits berikut...? ( مَنْ دَعَا إِلَى هُدىً كانَ لهُ مِنَ الأجْر مِثلُ أُجورِ منْ تَبِعهُ لاَ ينْقُصُ ذلكَ مِنْ أُجُورِهِم شَيْئًا ) "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapat pahala sebagaimana pahala yang didapat oleh orang yang mengikuti petunjuk tersebut, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka." H.R. Muslim dari sahabat Abu Hurairoh rodhiyallohu 'anhu. Hadānāllohu wa iyyakum... ✍🏻 Faedah dari: • Ustadz Abu Ahmad Mush'ab hafizhahullah  ========== Kumpulan Nasihat Islami  Menyebarkan Ilmu, Mendakwahkan Tauhid  Kanal Telegram: t.me/KumpulanNasihatIslami

Manhaj
Nov 26, 20223 min read
Syarah Arbain An Nawawi Hadits Ke-4 : Takdir Sudah Tertulis
Atsar.id
Atsar.id

Syarah Arbain An Nawawi Hadits Ke-4 : Takdir Sudah Tertulis

BELAJAR HADITS ARBAʼIN NAWAWIYYAH (BAG. 4) 📚 Serial: Hadits 4 || Sudah Tertulis عنْ أبي عبدِ الرَّحمنِ عبدِ اللهِ بنِ مسعودٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ:&nbsp. إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ، ثمَّ يُرْسَلُ إلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فيهِ الرُّوحَ، وَيُؤمَرُ بأرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أوْ سَعِيدٌ. فَوَاللَّهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ، فيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.  رواه البخاريُّ ومسلمٌ. Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah ﷺ telah menceritakan kepada kami dan beliau seorang yang jujur lagi diakui kejujurannya,  “Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari berupa setetes mani, kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian diutus seorang malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan empat kalimat: menulis rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia.  Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antaranya dan surga hanya sejengkal, lalu ketetapan takdir terjadi padanya; ia melakukan perbuatan penduduk neraka, lalu ia memasukinya.  Dan sungguh, juga ada di antara kalian yang beramal dengan amal penduduk neraka, hingga jarak antaranya dengan neraka hanya sejengkal, lalu ketetapan takdir terjadi padanya, ia beramal dengan amal penduduk surga, maka ia pun memasukinya.” H.R. Al-Bukhari [3208] dan Muslim [2643]. _________ Petikan Hikmah dalam Hadits 1. Manusia tidak layak untuk sombong.  Berawal dari setetes mani yang hina. Dan tidak akan berubah menjadi apa pun jika Allah tidak menciptakannya. Lalu kenapa angkuh dan berpaling dari perintah-Nya!  Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi al-Madani rahimahullah berkata,  “Orang yang berakal harusnya sering mengingat asal mulanya; tentang proses dirinya diciptakan dengan melewati beberapa tahap.  Hal ini membuat hamba sadar; bahwa ia lemah, hina, dan sangat perlu kepada Dzat yang menciptakan dirinya.  Ia akan ingat betapa agung Penciptanya, perhatian-Nya, lalu tergerak menjalankan kewajiban bersyukur kepada Sang Pencipta.” (Tuhfatul Muhibbin, hlm. 58) 2. Anjuran berbakti kepada orang tua, terlebih ibu.  Setiap tahapan awal hidup kita yang disebutkan dalam hadits: setetes mani, lalu segumpal darah, hingga akhirnya berbentuk manusia sempurna dan ditiupkan ruh; semuanya terjadi di rahim ibu. [Taʼliqat Tarbawiyah].  Sebelum kita dapat “merasakan” perhatian dan kehangatan sentuhan ibu, beliau telah menjadi tempat berlindung pertama kita hingga terus tumbuh. Sampai waktunya siap keluar ke dunia. Untuk lupa atau meremehkan bagian penting ini, jelas tidak selayaknya .  3. Membuat sadar dan takut dengan suʼul khatimah: meninggal dengan masih berselimut dosa. Karena tidak ada manusia yang tahu -termasuk kita- amalan dan keadaan apa yang menjadi penutup akhir usia kita.  Padahal keadaan terakhir adalah penentu.  “... sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amal penghuni surga hingga jarak antaranya dan surga hanya sejengkal, lalu ketetapan takdir terjadi padanya; ia melakukan perbuatan penduduk neraka, lalu ia pun memasukinya.” Sebagian ulama salaf berkata,  “Yang paling membuat air mata bercucuran adalah mengingat yang telah diputuskan dalam catatan takdir.” Sufyan ats-Tsauri paling sedih jika mengingat dua hal: yang awal (ketetapan takdir) dan yang akhir (penutup amalan).  Beliau sering menangis sambil berkata, “Aku betul-betul takut jika dalam catatan takdir tertulis sebagai orang yang celaka.”  Dengan air mata yang mengalir, beliau juga berkata, “Aku sungguh takut jika iman dicabut dari hatiku saat berpisah dengan dunia.” [Jamiʼul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 181].  Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi berkata, “Akhir kehidupan yang masih misteri untuk setiap orang membuatnya tidak merasa aman dengan amalan baiknya, menjadikan kaum yang shalih hidup dengan rasa takut dan khawatir hingga datang kematian.” (Tuhfatul Muhibbin, hlm. 60) 4. Jadilah peka dan perasa dengan tanda-tanda bahaya.  Kadang, ada penyakit hati yang rasanya kita bersih darinya. Tapi sikap atau ucapan kita seolah berkata bahwa penyakit itu ada. Mungkin itu dendam. Mungkin riyaʼ. Mungkin dengki. Mungkin gampang berburuk sangka. Atau apa saja.  Jika ada tanda-tandanya, segera perbaiki hati kita dengan terus memperdalam ilmu agama, mudah-mudahan bertemu dengan obat dan solusinya.  Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah mengingatkan, “Kebusukan-kebusukan yang tersembunyi adalah sebab terjadinya suʼul khatimah.” (Jamiʼul ‘Ulum wal Hikam, hlm. 181)  5. Membiasakan diri dengan amal kebaikan. Semoga amal baik itu melekat sampai akhir.  Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi berkata,  غالب الناس يموتون على ما يعيشون.  “Seringnya, manusia meninggal di atas kebiasaannya.” (Tuhfatul Muhibbin, hlm. 60) ‎✍ -- Hari Ahadi @ Kota Raja _____________________________________________ Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala. https://t.me/nasehatetam

Aqidah
Nov 21, 20224 min read
Syarah Arbain An Nawawi Hadits Ke-3 : Rukun Islam
Atsar.id
Atsar.id

Syarah Arbain An Nawawi Hadits Ke-3 : Rukun Islam

Serial: Hadits 3 || Lima Amalan Besar dalam Islam عَنْ أَبِي عبدِ الرَّحمنِ عَبدِ اللَّهِ بنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: {بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقامِ الصَّلاَةِ، وإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ}&nbsp. رواه البخاريُّ ومسلمٌ. Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Islam dibangun di atas lima amalan: syahadat laa ilaaha illallaah dan muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.”  H.R. Al-Bukhari [8] dan Muslim [16]. _________ Petikan Hikmah dalam Hadits 1. Orang yang sengaja meninggalkan salah satu rukun Islam berada dalam bahaya besar. Karena rukun Islam ialah pondasi Islam seseorang.  2. Rukun Islam adalah ujian untuk mengukur tingkat keislaman (ketundukan) hamba kepada Allah.  Apakah sudah tunduk sepenuhnya kepada Allah atau belum?!  Karena itu, lima rukun Islam ini adalah amalan yang jenisnya berbeda-beda.  Ada orang yang ringan berpuasa, tapi berat untuk shalat. Ada yang mudah berzakat, tapi susah untuk berpuasa. Ada yang mudah dalam mengerjakan shalat, tapi malas berzakat. [Lihat: Syarah al-‘Utsaimin, hlm. 96-98]. Yang kualitas Islam-nya baik dan hatinya sungguh-sungguh tunduk kepada Allah, maka ringan dalam melaksanakan seluruh rukun ini.  3. Shalat adalah ibadah agung. Rukun kedua setelah kalimat syahadat.  Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,  “Urusan shalat ini besar. Orang yang di hatinya ada keislaman tidak akan menganggap sepele shalat.” (Al-Minhah ar-Rabbaniyyah, hlm. 91) 4. Pelaksanaan shalat tidak sekedarnya. Bukan yang penting shalat.  Tidak aneh jika setiap ayat atau hadits tentang perintah shalat selalu dengan lafazh “tegakkanlah shalat”.  Arti menegakkan shalat: shalat dengan rukun yang sempurna, kewajiban yang lengkap, disertai sunnah-sunnahnya. Shalat yang bersih dari pembatal-pembatalnya dan amalan makruh di dalamnya. [Tuhfatul Muhibbin, hlm. 44]. Hal ini sekaligus bimbingan untuk belajar agama. Karena penegakan shalat baru terlaksana bila seseorang telah memahami ilmunya.  ‎✍️ -- Hari Ahadi @ Kota Raja Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala. https://t.me/nasehatetam

Aqidah
Nov 20, 20222 min read
«»
HomeRadioArtikelPodcast