Kelak, Siapa Yang Akan Lebih Merindu?
Atsar.id
Atsar.id

Kelak, Siapa Yang Akan Lebih Merindu?

Kelak, Siapa Yang Akan Lebih Merindu? Dipandanginya dengan penuh sayang. Wajah yang selalu menyertai pikirannya. Dibelai rambutnya. Dirapikan poni berjurai rata di dahinya. Ah, cepat sekali waktu berlalu. Seolah kemarin ia masih bayi ditimang. Sekarang, sudah menjadi gadis yang menyenangkan. Selimut yang ada, dirapikannya untuk menutup kaki anak perempuannya yang terbuka. Berharap tidurnya nyenyak. Anak perempuan memang luar biasa. Cintanya kepada sang ayah sangat dalam. Apalagi jika sang ayah benar-benar menyayanginya. Ia memiliki kekuatan dan keberanian untuk membela ayahnya. Imam Muslim (1794) meriwayatkan cerita Ibnu Mas'ud yang menjadi saksi keberanian Fathimah, putri bungsu Rasulullah ﷺ. Rasulullah&nbsp. ﷺ yang sedang sujud di hadapan Ka'bah, dilumuri punggungnya dengan kotoran unta. Orang kafir Quraisy yang menyaksikan tertawa terbahak-bahak. " Andaikan aku punya kekuatan, pasti aku bersihkan punggung Rasulullah dari kotoran itu ", kata Ibnu Mas'ud. Rasulullah ﷺ tetap sujud. Lalu seseorang melaporkan kejadian itu kepada Fathimah. Sambil berjalan cepat, Fathimah yang masih kecil datang membersihkan punggung ayahnya dari kotoran unta itu. Setelahnya, Fathimah mendatangi orang-orang Quraisy dan mencela mereka. Anak perempuan seringkali lebih cemburu terhadap ayahnya. Bahkan, jika dibandingkan ibunya. Anak perempuan memiliki rasa bangga dan hormat tentang ayahnya, walau seringkali tidak diungkapkan. Anak perempuan merasakan nyaman dan damai bila sudah di dekat ayahnya. Sebaliknya, anak perempuan punya tempat khusus di hati sang ayah. As Suyuthi ( Al Kanz, hal.144 ) menerangkan kenapa dalam bahasa Arab, anak perempuan disebut jaariyah ( berlari cepat ). Sebab, anak perempuan lebih cepat terasa di hati dibandingkan anak laki-laki. Dikarenakan kasih dan sayang seorang ayah kepadanya. Dalam Diwan Malik bin Ar Raib ( hal. 58 ), dinukilkan 12 bait syair yang mengkhabarkan kegalauan seorang ayah tentang anak perempuannya. 12 bait itu disusun oleh Malik bin Ar Raib.  Di dalam kitab di atas, dikisahkan tentang Malik bin Ar Raib yang disebut-sebut berparas tampan. Sejak kecil sudah terbiasa mencuri, bahkan saat remaja namanya dikenal sebagai pencuri ulung. Satu kelompok yang terdiri dari para pencuri yang ahli bisa dikoordinir oleh Malik bin Ar Raib. Sampai kemudian Malik bertemu dengan Sa'id bin Utsman bin Affan yang ditunjuk oleh khalifah Muawiyah untuk menjadi gubernur Khurasan sekaligus panglima perangnya. Malik pun bertaubat. Saat Malik berpamitan untuk berangkat berjihad di barisan Sa'id bin Utsman, putrinya menangis sambil memegangi ujung bajunya. Berat melepaskan, dan berat berpisah. Malik lalu bersyair 12 bait, dan inilah pembukanya : Sungguh, aku kuatkan untuk berucap kepada putriku yang menangis. Kegalauan mendalam di hati bersedih tragis Berpisah, telah mengalirkan air mata membasahi kedua pipi Derita karena berpisah telah membuat nyeri Artinya, Malik bin Ar Raib yang ditakuti dan punya nama besar di dunia hitam, yang seolah tidak punya hati ketika melakukan berbagai tindak kejahatan, luluh dan lemah di hadapan putrinya. Sebab, anak perempuan punya ruang khusus di hati seorang ayah. Abul Mikhsyan Al A'rabi ( Rabi'ul Abrar 3/252 ) bercerita: " Dulu, anak perempuanku yang duduk melayaniku saat makan. Setiap kali ada menu istimewa, selalu ia khususkan untukku. Setelah dewasa, aku nikahkan dia. Maka, anak laki-lakiku yang kemudian menemaniku makan. Demi Allah, tidaklah aku tertarik suatu menu, melainkan sudah didahului diambil anak laki-lakiku" Ah, benar-benar cepat waktu beranjak. Seakan tidak berjeda. Dengan jari-jari tangannya, ia menghitung. Terkejut ia. Sebab, beberapa tahun lagi anak perempuannya akan menjadi seorang istri. Setelah bersuami, ia bertanya-tanya, " Kelak, siapa yang akan lebih merindu? ". Putrinya yang merindukan suasana terlindungi dan terayomi sang ayah, atau ayahnya yang merindukan perhatian dan pelayanan putrinya. Ayah, jangan sia-siakan putrimu! Sayangi dan berikanlah perhatian yang cukup! Area WC 10, 26 Ramadhan 1444 H/16 April 2023 t.me/anakmudadansalaf

Anak Muda dan Salaf
Apr 16, 20233 min read
Panggung Kedermawanan
Atsar.id
Atsar.id

Panggung Kedermawanan

Panggung Kedermawanan Datanglah ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi di bulan Ramadhan! Lebih-lebih di 10 hari terakhir. Anda akan menyaksikan panggung kedermawanan yang luar biasa. Karena Rasulullah ﷺ adalah figur dermawan, yang semakin bertambah dermawannya di bulan Ramadhan.&nbsp. Menjelang waktu berbuka puasa, kesibukan para petugas berusia remaja dengan rompi hijau sangat terasa. Mereka semacam panitia yang secara resmi mengelola makanan berbuka puasa. Jangan khawatir tidak kebagian! Satu kantong plastik tebal akan diberikan kepada setiap jamaah yang sudah duduk rapi berbaris. Bahkan, terkadang 2 atau 3 kantong yang diberikan. Isinya? Air mineral botolan, kurma, sirup kotak, dan 2 bungkus roti dengan 2 rasa. Bukan ratusan atau ribuan jamaah saja yang menerima, puluhan ribu bahkan lebih setiap sorenya. Panggung kedermawanan! Belum lagi, yang membawa secara mandiri. Bahkan, satu keluarga terlihat bahagia bekerjasama. Dengan kereta beroda seperti koper dorong, banyak keluarga sengaja membawa aneka makanan dan minuman untuk dibagi-bagikan. Termos-termos minuman panas lengkap dengan gelas kecil, dikelilingkan oleh anggota keluarga yang muda dan dituangkan untuk diberikan kepada jamaah. Selepas salat Maghrib, menu makanan "berat " yang disajikan. Masing-masing berebut untuk memberi. Panggung kedermawanan di Masjidil Haram! Orang dermawan pastilah tentram hidupnya. Tenang hatinya. Nyaman pikirannya. Damai jiwanya. Sebaliknya, orang pelit tentu sempit dadanya, susah bahagia, dan selalu bersedih. Ibnul Qayyim dalam Al Wabilus Shayyib ( hal.30 ) mengulas hal ini dengan lugas. " Orang yang bersedekah, setiap kali sedekah, semakin lapang hatinya dan bertambah luas dadanya...kebahagiaan yang ia rasakan menguat, dan kegembiraannya membumbung", jelas Ibnul Qayyim. Beliau menambahkan, " Andaikan tidak ada manfaat bersedekah kecuali hal ini, itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan hamba untuk memperbanyak dan bersegera sedekah " Keterangan Ibnul Qayyim di atas sudah cukuplah. Tak perlu untuk mengais-ngais hasil penelitian orang kafir tentang pengaruh sedekah terhadap kebahagiaan. Iya, karena mereka melakukan riset dan penelitian mengenai hal ini. Cukuplah firman Allah Ta'ala di dalam surat Al Hasyr ayat 9, yaitu : >وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ " Dan siapa yang dilindungi dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung " Iya! Siapa yang dermawan, siapa yang senang berbagi, siapa yang suka memberi, pastilah beruntung. Siapa yang menjauhi sifat kikir, siapa yang meninggalkan sifat pelit, tentulah berbahagia. Sahabat Abdurrahman bin Auf jika thawaf di Ka'bah memperbanyak doa : >اللهم قني شحَّ نفسي " Ya Allah, lindungilah aku dari sifat kikir ". Di Mekkah, panggung kedermawanan itu sangat menawan. Tanpa mengenal siapa sebenarnya yang berbagi, ada momen ketika kantong-kantong berisikan aneka makanan dan minuman untuk berbuka, dibagi-bagikan. Seorang jamaah dibuat terkejut ketika menemukan selembar 500 riyal Saudi di dalam kantong makanan itu. 2 juta rupiah! Ah, orang yang membagikan itu jelas orang yang bahagia. Pasti dia damai hidupnya. Selain berbagi, ia tidak memunculkan siapa dirinya. Tidak ada nama yang disablonkan di kantong itu. Tidak ada kartu nama yang disisipkan. Entah siapa dia? Saya teringat dengan seseorang entah siapa, yang sudah beberapa kali transfer uang melalui rekening lembaga yang kami kelola. Secara angka, mungkin dianggap sebagian orang tak seberapa, namun bagi kami sudah sangat luar biasa. Saya tidak tahu siapa. Dan saya tidak berani bertanya, siapa dia? Sebab, dia pun tidak memperkenalkan dirinya. Di struk transfer pun tak ada namanya. Namun, saya berdoa, semoga engkau yang di sana bertambah bahagia dan semakin damai seterusnya. Sebab, bahagia itu sederhana. Ketika engkau mampu berbagi, lebih-lebih tanpa manusia mengenalinya. Baarakallahu fiik  Pelataran Pintu 101, 24 Ramadhan 1444 H/15 April 2023 t.me/anakmudadansalaf

Anak Muda dan Salaf
Apr 15, 20233 min read
Sama Rasa, Satu Cinta
Atsar.id
Atsar.id

Sama Rasa, Satu Cinta

Sama Rasa, Satu Cinta Ini tentang rasa yang tumbuh mekar, berbunga, lalu berbuah cinta.&nbsp. Antara sepasang insan yang dipertemukan, setelah sebelumnya tak saling mengenal. Lalu diikatlah cinta itu dengan janji suci untuk saling menghormati dalam bingkai suami istri. Alat ukur untuk kadar cinta adalah dengan kuat lemahnya kesamaan rasa.  Apakah seorang suami mampu dan bisa ikut merasakan apa yang dirasakan istri? Sejauh mana istri membersamai apa yang sedang dirasakan suami?  Itulah instrumen untuk menakar nilai cinta! Suami yang sedang susah hati dan bersedih, lalu terungkap melalui wajah muram dan sikap diam, seharusnya tidak membuat istri salah sikap. Istri jangan malah menambah susah, namun hiburlah dan gembirakanlah suami! Suami yang lelah dan capek, dan itu jelas tertangkap dari gaya bicara dan pilihan kata, semestinya tidak dijadikan alasan oleh istri untuk keliru sangka kemudian berpikir negatif. Justru, bantulah suami untuk segar kembali. Saat Nabi Muhammad ﷺ sakit di menjelang wafatnya, Ibunda Shafiyyah karena dalamnya cinta, menyampaikan dengan penuh sayang : واللهِ يا نبيَّ اللهِ لوددتُ أنَّ الذي بك بي " Demi Allah, wahai, Nabiyullah. Sungguh, aku sangat berharap agar sakit yang Anda rasakan, berpindah ke diriku saja " ( Ath Thabaqat Ibnu Sa'ad 10/124 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 8/212 ) Istri yang sedang ngambek dan merajuk karena gagal memperoleh yang dimau, tentunya tidak membuat suami marah dan "berceramah", apalagi dengan nada tinggi. Pahamilah perasaan istri! Istri yang letih karena banyaknya pekerjaan rumah hingga mengomel-omel dan menggerutu, jangan ditanggapi sinis, apalagi balas mengomel. Baca dan telaah perasaan istri! Suatu hari Rasulullah ﷺ pulang dari menguburkan jenazah di pemakaman Baqi'. Ibunda Aisyah rupanya sedang mengalami sakit kepala, lalu mengatakan :  وا رأساه ! " Aduh sakit kepalaku! ". Rasulullah ﷺ yang melihat dan mendengar, langsung menyambut dengan berkata : بل أنا وارأساه ! " Aku pun sama. Aduh sakit kepalaku! " ( HR Ahmad 25908 ) Ibnul Qayyim dalam Ar Ruh ( hal.259 ) berkata, " Ada makna lain yang terpikirkan olehku, yaitu Aisyah adalah istri yang dicintai Rasulullah, bahkan secara mutlak, istri yang paling disayangi dibandingkan istri-istri yang lain " Ibnul Qayyim melanjutkan, " Maka, saat Aisyah sakit kepala, Rasulullah ﷺ menyampaikan bahwa beliau pun ikut merasakan sakit kepala, karena cintanya " " Hal ini adalah puncak kesamaan rasa antara seseorang yang mencinta dengan yang ia cintai. Ikut merasakan sakit, karena sakitnya. Turut berbahagia, dengan bahagianya. Bahkan, jika anggota tubuhnya sakit, ia bisa merasakan sakit di anggota tubuh yang sama ", Ibnul Qayyim menegaskan. Kata beliau, " Inilah bukti kejujuran cinta dan kemurnian kasih " Demikianlah Rasulullah ﷺ memaknakan cinta untuk kita! Maka, cobalah nilai cintamu! Apakah engkau bisa merasakan capek letihnya suamimu? Ia yang bekerja keras sepanjang hari, disiram panas matahari, menempuh jarak jauh, ia lawan kantuk, ia berat berpisah, ia hadapi banyak resiko, pantaskah bila engkau menuntut lebih dari yang ia mampu?  Apakah engkau mau ikut merasakan perjuangan istrimu yang sekaligus seorang ibu untuk anakmu? Ia yang membagi waktu dan fisik untuk pekerjaan-pekerjaan rumah yang seolah tidak ada habisnya. Selesai satu pekerjaan, sudah ditunggu pekerjaan yang lain. Pantaskah jika engkau berkata kasar dan bersikap dingin padanya? Sebagai suami, berbaik-sangkalah kepada istri. Ia tentu mencintaimu, ia pasti ingin membersamai perasaanmu. Mungkin saja ia tak tahu cara mengungkapkannya, hingga berkata yang membuatmu salah sangka. Percayalah istrimu mencintaimu! Sebagai istri, berpikirlah positif tentang suamimu. Ia menyayangimu. Ia pun merasakan apa yang engkau rasakan. Namun, barangkali ia tak bisa sampaikan itu melalui kata-kata secara langsung. Padahal, lisannya selalu berlirihkan doa-doa kebaikan untukmu. Untuk istrinya. King Abdul Aziz IA, 16 Ramadhan 1444 H/7 April 2023 t.me/anakmudadansalaf

Anak Muda dan Salaf
Apr 7, 20233 min read
«»
HomeRadioArtikelPodcast